2.1
Proses Pemurnian Gula
Proses pemurnian bertujuan untuk memurnikan nira mentah
dengan perlakuan sedemikian rupa, sehingga memudahkan proses selanjutnya. Di
Indonesia proses standar yang ditetapkan adalah meliputi :
1) Proses Defekasi
2) Proses Sulfitasi
3) Proses Karbonatasi
Ketiga
cara pemurnian inilah yang dapat menghasilkan bermacam-macam gula. Standarisasi
untuk gula sekarang telah menggunakan istilah GKP (Gula Kristal Putih) misalnya
GKP I, GKP II dan seterusnya.
1)
Proses Defekasi
Merupakan proses yang paling
sederhana yang pada intinya adalah memberikan susu kapur pada nira, sehingga
terjadi pengendapan, kemudian dapat dipisahkan antara nira kotor dan nira
jernih.
Pada proses defekasi ini nira dari
gilingan dipanaskan pada temperatur 70oC kemudian dilakukan
penambahan susu kapur sehingga pH 7,8 – 8 dalam peti defekator. Kemudian
dipanaskan lagi hingga titik didihnya mencapai sekitar 100 – 105oC.
Reaksi yang terjadi adalah :
P2O5
yang berada dalam tebu bereaksi dengan air dari nira mentah membentuk asam
phospat. Penambahan susu kapur akan mengendapkan asam phospat dalam bentuk
kalsium phospat. Dalam bentuk prakteknya proses defekasi tidak lagi digunakan
karena menghasilkan gula coklat.
Raw sugar atau gula kasar merupakan gula yang
dihasilkan dari proses pengolahan nira secara defekasi. Gula ini masih
mengandung berbagai pengotor sehingga penggunaannya untuk dikonsumsi manusia
telah dilarang oleh FDA (Food and Drug
Administration). Oleh karena itu, gula kasar tersebut harus melalui tahapan
pemurnian agar dapat dikonsumsi oleh manusia atau digunakan sebagai gula
berkualitas tinggi untuk industri.
Warna pada kristal gula merupakan salah satu aspek yang
sangat penting dalam pengawasan mutu (Moerdokusumo, 1993). Terbentuknya warna
yang disebabkan oleh pigmen tanaman, reaksi enzimatik, dan reaksi non-enzimatik
dapat menurunkan kualitas gula (Achyadi dan Maulidah, 2004). Pada proses
pembuatan gula kasar dengan defekasi, penghilangan warna belum berlangsung
efektif karena hanya sebagian kecil zat pembentuk warna yang dapat dihilangkan.
Selain itu, masih terdapat bahan pengotor, seperti asam amino dan gula
pereduksi yang dapat membentuk warna dengan mekanisme reaksi pencoklatan
non-enzimatik pada proses penguapan dan pemasakan sehingga zat warna tersebut
terkristalkan dalam gula kasar. Oleh karena itu, proses pemucatan gula kasar
menjadi sangat penting dalam meningkatkan kualitas gula kristal (Namiki,
1988).
2)
Proses Sulfitasi
Pemurnian dengan sulfitasi lebih baik dan banyak digunakan
jika dibandingkan cara defekasi. Pemurnian sulfitasi dilakukan dengan
menggunakan Ca(OH)2 dan gas SO2. Penambahan Ca(OH)2
pada nira mentah dilakukan secara berlebih untuk mendapatkan suasana basa pada
nira, sebab pada suasana ini pengendapan kotoran yang dibawa nira akan lebih
banyak. Kelebihan Ca(OH)2 akan dinetralkan kembali oleh gas SO2
yang didapat dari pembakaran belerang padat.
Macam-macam
sulfitasi :
a.
Sulfitasi Asam
Nira
mentah disulfitasi pendahuluan dengan gas sulfat pH rendah (6,5) dengan diikuti
netralisasi yaitu penambahan susu kapur hingga mencapai pH 7 – 7,2.
b.
Sulfitasi Netral
Nira mentah ditambah susu kapur hingga pH 8 – 8,5, kemudian
dialiri gas sulfit hingga pH 7 – 7,2.
c.
Sulfitasi Basa
Nira mentah diberi susu kapur sampai pH mencapai 10,5
kemudian kelebihan susu kapur ini dinetralkan dengan gas sulfit (SO2)
hingga pH 7 – 7,2.
3)
Proses Karbonatasi
Secara umum, proses pemurnian nira dilakukan dengan
defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi. Defekasi hanya menghasilkan gula kasar
yang masih banyak mengandung bahan pengotor. Pada sulfitasi, bahan pengotor
yang dihilangkan masih lebih rendah dibandingkan karbonatasi. Selain itu,
sulfitasi akan menyebabkan korosi besi pada pipa-pipa. Bahan pengotor yang dapat dihilangkan dengan
defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi adalah 12,7 %, 11,7 %, dan 27,9 % (Mathur,
1978).
Karbonatasi merupakan reaksi yang terjadi akibat interaksi
susu kapur (Ca(OH)2) dan gas CO2 membentuk endapan
senyawa kalsium karbonat (CaCO3) melalui mekanisme yang dapat
dilihat pada persamaan di bawah. (Mathur, 1978).
Dalam karbonatasi, akan terjadi adsorpsi bahan pengotor,
bahan penyebab warna, gum, asam organik, dan lain-lain. Proses ini diawali
dengan terbentuknya senyawa intermediet antara sukrosa dan kalsium hidroksida.
Sukrosa memiliki karakteristik kimiawi membentuk metal sakarat. Apabila dalam
larutan sukrosa diberi metal hidroksida, maka akan terjadi reaksi yang akan
membentuk suatu koloid keruh, bersifat gel, atau endapan. Koloid tersebut
adalah ikatan sukrosa dengan metal hidroksida, misalnya satu mol sukrosa dengan
satu mol kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yang dinyatakan dengan rumus C12H22O11.Ca(OH)2,
C12H22O11.CaO, dan C12H22O11.Ca
(Goutara dan Wijandi, 1975). Sakarat dapat terurai oleh asam, bahkan oleh
penambahan asam karbonat yang dihasilkan oleh pemberian gas CO2.
Apabila sakarat diberi perlakuan dengan penambahan sedikit asam karbonat maka
akan terbentuk senyawa intermediet (Mathur, 1978). Senyawa intermediet tersebut
bersifat gel yang mempunyai komposisi :
.
. – Ca – C12H20O11 – Ca – CO3 – Ca
- C12H20O11 - Ca – CO3 – . .
Peningkatan absorpsi gas CO2 dapat meningkatkan
kondisi asam dan mengganggu kestabilan senyawa intermediet sehingga senyawa
tersebut terurai menjadi sukrosa dan kalsium karbonat. Terbentuknya senyawa
kalsium karbonat dapat mengadsorpsi dan mengendapkan bahan pengotor (Goutara dan Wijandi, 1975). Namun,
apabila gas CO2 yang ditambahkan berlebih dalam nira maka kalsium
karbonat yang telah terbentuk akan kembali menjadi senyawa bikarbonat yang
larut. Mekanisme penguraian kalsium karbonat dapat dilihat pada persamaan di
bawah. (Mathur, 1978).
Pada kondisi suhu 45°C, karbonatasi
berlangsung lambat dan kurang sempurna, sedangkan pada suhu di atas 55°C akan
terjadi penguraian gula pereduksi yang memunculkan warna coklat. Namun,
kelemahan proses berlangsung pada suhu 55°C, yaitu memicu terjadinya fermentasi
asam laktat. Dalam karbonatasi tunggal, sekitar 7 – 10 % volume larutan gula
kasar yang dipanaskan pada suhu 45 – 55°C, membutuhkan 20 beaume susu kapur (Mathur, 1978)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar