Search

Rabu, 05 Februari 2014

Langkah - Langkah Meresensi Buku

Langkah/Tahap Cara Membuat Resensi Buku dan Unsur/Kerangka Resensi Buku

langkah-langkah bagaimana cara meresensi buku, yaitu :

1. Jenis Buku

Jenis/bentuk buku itu apakah roman, novel, biografi, atau yang lain. Selain itu seorang resentator menyebutkan juga buku termasuk buku fiksi atau nonfiksi.

2. Keaslian Ide

Buku itu apakah benar-benar merupakan karya asli dari pengarangnya atau merupakan jiplakan dari buku lain yang pernah terbit.

3. Bentuk

Bagaimana mengenai bentuk atau format dari buku itu. Apakah bentuknya, kertas, ilustrasi cover, jenis huruf yang dipakai, dan sebagainya.

4. Isi dan Bahasa

Dilihat dari segi isi, resentator perlu memperhatikan unsur-unsur intrinsiknya, yaitu tentang tema, alur, perwatakan, sudut pandang dan sebagainya.

Bahasa dalam buku itu dapat ditinjau dari segi struktur kalimat, gaya bahasa/style, ungkapan dan lain-lain. Apakah bahasa yang digunakan memakai bahasa sehari-hari yang segar tidak menjemukan, mudah dimengerti oleh pembaca, dan sebagainya. Mudah dipahami atau sukar diterima pembaca. Pengujian materi mendapat perhatian juga dari resentator.

5. Simpulan

Akhirnya seorang penulis resensi harus dapat menyimpulkan, apakah buku itu baik dan perlu dibaca atau tidak.

menulis data buku yang dibaca,
menulis ikhtisar isi buku,
mendaftar butir-butir yang merupakan kelebihan dan kekurangan buku,
menuliskan pendapat pribadi sebagai tanggapan atau isi buku, dan
memadukan ikhtisar dan tanggapan pribadi ke dalam tulisan yang utuh.

Sebuah resensi harus memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Data buku atau identitas buku
a. Judul buku
Jika buku yang akan kamu resensi adalah buku terjemahan, akan
lebih baik jika kamu menuliskan judul asli buku tersebut.
b. Penulis atau pengarang
Jika buku yang diresensi adalah buku terjemahan, kamu harus
menyebutkan penulis buku asli dan penerjemah.
c. Nama penerbit
d. Cetakan dan tahun terbit
e. Tebal buku dan jumlah halaman

2. Judul Resensi
Judul resensi boleh sama dengan judul buku, tetapi tetap dalam konteks buku itu.

3. Ikhtisar Isi Buku
Dalam meresensi buku, seorang peresensi harus menulis buku yang hendak diresensi. Ikhtisar adalah bentuk singkat dari suatu karangan atau rangkuman. Ikhtisar merupakan bentuk singkat karangan yang tidak mempertahankan urutan karangan atau buku asli, sedangkan ringkasan harus sesuai dengan urutan karangan atau buku aslinya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat ikhtisar isi buku adalah sebagai berikut.
a. Membaca naskah/buku asli
Penulis ikhtisar harus membaca buku asli secara keseluruhan untuk
mengetahui gambaran umum, maksud, dan sudut pandang pengarang.
b. Mencatat gagasan pokok dan isi pokok setiap bab
c. Membuat reproduksi atau menulis kembali gagasan yang dianggap
penting ke dalam karangan singkat yang mempunyai satu kesatuan yang padu.

4. Kelebihan dan Kekurangan Buku
Penulis resensi harus memberikan penilaian mengenai kelebihan dan kelemahan buku yang disertai dengan ulasan secara objektif.

5. Kesimpulan
Penulis resensi harus mengemukakan apa yang diperolehnya dari buku yang diresensi dan imbauan kepada pembaca. Jangan lupa cantumkan nama kamu selaku peresensi.

Sabtu, 01 Februari 2014

Contoh Landasan Teori pada Karya Ilmiah Sederhana



A.  Landasan Teori "Anak Jalanan : Masalah dan Solusinya"


Menurut sumber yang saya dapat, diperoleh teori sebagai berikut :

1.      Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya berada di jalanan atau di tempat-tempat umum. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.
2.      Kegiatan yang dilakukan anak jalanan di jalan menggunakan jalan sebagai tempat tinggal dan hidup, untuk bermain, untuk berjualan. Tempat tinggal anak jalanan tinggal di Taman Kota, tinggal di emper toko, dan tinggal di rumah. Sumber mendapatkan uang dengan cara meminta-minta, dengan cara berjualan, dan dengan cara mengamen.
3.      Anak jalanan turun ke jalan karena adanya desakan ekonomi keluarga sehingga orang tua menyuruh anaknya untuk turun ke jalan guna mencari tambahan untuk keluarga. Hal ini terjadi karena ketidak berfungsian keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
4.      Rendahnya pendidikan orang tua anak jalanan sehingga mereka tidak mengetahui fungsi dan peran sebagai orang tua dan juga ketidaktahuannya mengenai hak-hak anak.

Karya Ilmiah "Anak Jalanan : Masalah dan Solusinya"



BAB I     Pendahuluan
A.  Latar Belakang masalah

Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif. Mereka adalah amanah tuhan yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.
Dalam UUD 1945, “anak terlantar itu dipelihara oleh negara” bermakna pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, rekreasi dan budaya, dan perlindungan khusus.
Penanganan anak jalanan di seluruh wilayah kota besar di Indonesia belum mempunyai model dan pendekatan yang tepat dan efektif. Keberadaan Rumah Singgah menurut hasil penelitian Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Depsos (2003), dinilai kurang efektif karena tidak menyentuh akar persoalan, yaitu kemiskinan dalam keluarga “(Kompas, 26 Pebruari 2003). Pembinaan dan pemberdayaan pada lingkungan keluarga belum banyak dilakukan, sehingga penanganannya selama ini cenderung tidak efektif. Keluarga merupakan “pusat pendidikan, pembinaan dan pemberdayaan pertama” yang memungkinkan anak-anak itu tumbuh dan berkembang dengan baik, sehat dan cerdas. Pemberdayaan keluarga dari anak jalanan, terutama dari segi ekonomi, pendidikan dan agamanya, diasumsikan merupakan basis utama dan model yang efektif untuk penanganan dan pemberdayaan anak jalanan.
Data tersebut cukup memperihatinkan, karena idealnya sebagai “kota percontohan” DKI dapat bebas dari masalah anak jalanan, atau setidaknya jumlah anak jalanan tergolong rendah di seluruh propinsi di Indonesia. Selama ini, penanganan anak jalanan melalui panti-panti asuhan dan rumah singgah dinilai tidak efektif. Hal ini antara lain terlihat dari “pola asuh” yang cenderung konsumtif, tidak produktif karena yang ditangani adalah anak-anak, sementara keluarga mereka tidak diberdayakan.




B.   Tujuan Penelitian

1.      Agar dapat mengetahui masalah-masalah yang dihadapi anak jalanan, dan cara-cara mengatasi banyaknya anak jalanan yang ada di Indonesia.
2.      Dapat mengetahui seberapa banyak anak jalanan yang ada di Indonesia

C.   Metode dan Teknik Penelitian
Metode penelitian yang saya gunakan dengan mencari informasi sebanyak banyaknya tentang anak jalanan yang ada di Indonesia, lalu saya simpulkan dalam satu karya tulis ilmiah ini.



BAB II        ISI
Anak jalanan adalah anak yang dianggap kurang beruntung dan terlantar yang menanti upaya semua pihak agar dapat berkembang secara wajar. Anak jalanan menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan dan ditempat-tempat umum lainnya.
1.      Anak marginal yang hidup di jalanan
a.       Putusnya hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya
b.      Berada di jalan seharian dan meluangkan 8-10 jam untuk bekerja dan selainnya menggelandang dan tidur
c.       Bertempat tinggal di jalan dan tidur di sembarang tempat seperti trotoar,   jembatan, taman, terminal dan stasiun
d.      Pekerjaan ngamen, mengemis, pemulung, yang hasilnya untuk diri sendiri .
2.      Anak marginal yang bekerja di jalanan (anak jalanan)
a.       Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, seminggu sekali, sebulan dan tidak tentu
b.      Berada di jalanan sekitar 8-12 jam untuk bekerja, sebagian mencapai 16 jam
c.       Bertempat tinggal secara mengontrak sendiri, atau sama-sama dengan temannya
d.      Tidak bersekolah lagi
e.       Pekerjaan menjual koran, pengasong, pencuci mobil, pemulung sampah   dan menyemir sepatu
f.       Rata-rata berumur 16 tahun
3.      Anak yang rentang menjadi anak jalanan ciri-cirinya :
a.       Setiap hari bertemu dengan orang tuanya
b.      Berada di jalan sekitar 4-6 jam untuk bekerja
c.       Masih sekolah
d.      Pekerjaan menjual Koran, alat tulis, plastic, menyemir sepatu dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
e.       Rata-rata berumur dibawah 14 tahun
4.      Anak jalanan berusia 16 tahun cirri-cirinya :
a.       Terdiri dari anak yang sudah putus hubungan dengan orang tua
b.      Berada di jalan dari 8-24 jam atau kadang seharian di jalan
c.       Mereka tamat SD atau SLTP namun tidak sekolah lagi
d.      Pekerjaan tidak tetap, seperti calo, mencuci mobil, mengemis untuk kebutuhan dirinya dan orang tuanya
e.       Rata-rata berumur diatas 16 tahun
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa anak jalanan yang hidup di luar rumah adalah bagian dari komunitas atau kelompok masyarakat yang mempunyai masalah, yang banyak menghabiskan waktunya di jalanan mencari nafkah untuk kehidupan sehari-hari.
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Anak-anak Jalanan
Anak adalah sebagai generasi penerus pewaris cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Anak mempunyai hak dan kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi yaitu: Hak kebutuhan untuk makan dengan zat-zat yang bergizi, kesehatan, bermain, kebutuhan emosional, pengembangan moral, spiritual, pendidikan serta memerlukan lingkungan keluarga dan social yang mendukung kelangsungan hidupnya.
Krisis ekonomi, adalah sebagai pemicu utama terjadinya berbagai bencana yang telah menyebabkan banyak orang tua dan keluarga mengalami penurunan daya beli, pemutusan hubungan kerja sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan akan hak-hak anaknya. Berkaitan dengan itu jumlah anak putus sekolah, terlantar dan marginal  semakin bertambah, selain itu akibat yang ditimbulkan terpaksa banyak anak-anak yang harus membantu orang tuanya, karena kemiskinan.
Di sisi lain tidak sedikit anak yang hidup dan tumbuh dalam lingkungan yang tidak kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, diakibatkan karena situasi perkotaan yang begitu dinamis dan tidak memberi ruang bagi masyarakat marginal, hal ini terlihat mudahnya terjadi pengusuran serta terjadinya konflik yang tak dapat dielakkan. Konflik yang dapat dilihat seperti perkelahian antar kelompok, dengan menggunakan senjata tajam bisa terjadi kapan saja, dan tidak sedikit pula anak terlibat didalamnya. Pemerintah kota dengan melakukan penggusuran atas nama keindahan dan ketertiban umum yang tidak pernah selesai: menggusur paksa, penggrebekan, penggarukan, yang sudah barang tentu membawa konsekwensi tertentu bagi kehidupan perkotaan.
Modernisasi, industrialisasi, migran dan urbanisasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan jumlah anggota keluarga dan gaya hidup membuat dukungan social dan perlindungan terhadap anak menjadi berkurang.
Mereka pun memilih jalanan dan tempat–tempat umum lainnya  sebagai alternative pelarian untuk mencari  kerja, karena mereka menganggap dijalan banyak rezeki yang bisa didapat sesuai dengan tingkat kompetisi yang ada, artinya mereka menyadari tingkat pendidikan yang pernah mereka jalani. mereka hanya mengenyam pendidikan rata-rata SLTP kebawah putus sekolah akhirnya menjadilah mereka anak pekerja. Faktor lain yang menyebabkan anak-anak turun ke jalan dikarenakan adanya konflik yang terjadi pada rumah tangganya, mereka bosan dengan keadaan yang terjadi di rumah. Peraturan serba ketat tanpa memberi peluang kepada anak mengutarakan keinginannya, tidak jarang sering  terjadi tindak kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga sebagai mana yang sering kita saksikan akhir-akhir ini, untuk itu sebagai alternatif dalam mengurangi meningkatnya anak terlantar perlu pemberian modal usaha dan penciptaan lapangan kerja dari pemerintah  yang merupakan tugas pokok dinas sosial sebagaimana yang diembangkan oleh pemerintah kota tentang kesejahteraan anak dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya. Karena mereka terlanjur hidup dan mencari nafkah di jalanan dan ditempat-tempat umum lainnya maka mereka dikenal dengan istilah anak jalanan.
C. Alternatif Pemecahan Masalah

Alternatif model penangannan anak jalanan mengarah kepada 3 jenis model yaitu family base, institutional base dan multi-system base.
Family base, adalah model dengan memberdayaan keluarga anak jalanan melalui beberapa metode yaitu melalui pemberian modal usaha, memberikan tambahan makanan, dan memberikan penyuluhan berupa penyuluhan tentang keberfungsian keluarga. Dalam model ini diupayakan peran aktif keluarga dalam membina dan menumbuh kembangkan anak jalanan.
Institutional base, adalah model pemberdayaan melalui pemberdayaan lembaga-lembaga sosial di masyarakat dengan menjalin networking melalui berbagai institusi baik lembaga pemerintahan maupun lembaga sosial masyarakat.
Multi-system base, adalah model pemberdayaan melalui jaringan sistem yang ada mulai dari anak jalanan itu sendiri, keluarga anak jalanan, masyarakat, para pemerhati anak ,akademisi, aparat penegak hukum serta instansi terkait lainnya.





BAB III       Penutup
a.   Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian kami dapat disimpulkan sebagai berikut :
Secara umum profil anak jalanan di Indonesia berasal dari keluarga yang miskin. Mereka menjadi anak jalanan disebabkan karena rendahnya kondisi sosial ekonomi keluarga. Di samping itu, sebagian besar anak jalanan menggunakan uang hasil usahanya untuk membantu ekonomi keluarga. Mereka jarang bertemu dengan orang tuanya dan tidak betah di rumahnya. Mereka rata-rata menghabiskan waktunya di jalan selama lebih dari 12 jam. Aktivitas paling menonjol yang dilakukan oleh anak jalanan adalah berjualan seperti asongan dan menyemir sepatu sedangkan lainnya lebih banyak yang berjualan dan mengamen di bis-bis kota.
Dilihat dari profil keluarga rata-rata jumlah anaknya 3-4 orang sangat mendukung anaknya bekerja di jalan dan mendukung pula untuk anaknya bersekolah. Keluarga mereka pernah mengikuti penyuluhan program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) tetapi tidak mengikuti program tersebut dengan alasan program tersebut tidak mendukung perekonomian keluarga. Keluarga mereka tidak memiliki pendapatan yang tetap dan tinggal di rumah sewa atau menempati tanah negara.
Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya anak jalanan antara lain (a) rendahnya pendapatan keluarga, (b) keluarga disharmonis, (c) rendahnya pendidikan orang tua, (d) keluarga urban yang tidak memperoleh sumber-sumber ekonomi di daerah asalnya, (e) persepsi orang tua yang keliru tentang kedudukan anak dalam keluarga.
Di samping itu rendahnya kontrol sosial terhadap permasalahan anak jalanan juga menyebabkan permasalahan anak jalanan semakin menjamur, dan diperparah oleh adanya eksploitasi anak oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Peta permasalahan anak jalanan dapat dikatagorikan menjadi 6 (enam) yaitu (a) desakan ekonomi keluarga, (b) rumah tinggal yang kumuh membuat anak tidak betah di rumah (c) rendahnya pendidikan orang tua (d) tidak adanya payung kebijakan penanganan anak jalanan, (e) lemahnya kontrol sosial dan (f) tidak berperannya lembaga-lembaga sosial.
Berdasarkan profil dan peta masalah dapat dirumuskan tiga jenis alternatif model penanganan anak jalanan yaitu: family based, institutional based dan multi-system based.

b.   Saran
1.      Pembinaan terhadap anak jalanan
a.      Membentuk lembaga pendidikan keluarga (informal)
Fungsinya :
-          Menjamin kehidupan emosional anak
-          Menanamkan dasar pendidikan moral
-          Peletakan dasar-dasar keagamaan
b.      Membentuk lembaga pendidikan sekolan (formal)
Fungsi dan Peranannya :
-          Spesialisasi
Diantara ciri meningkatnya kemajuan masyarakat ialah makin bertambahnya diferensiasi dalam tugas kemasyarakatan dan lembaga sosial yang melaksanakan tugas tersebut. Sekolah mempunyai fungsi sosial yang spesialisasinya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
-          Efisiensi.
Terdapat pada sekolah sebagai fungsi sosial yang spesialisasi dibidang pendidikan dan pengajaran, maka pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat menjadi efisien.
-          Sosialisasi
Sekolah mempunyai peranan yang sangat penting didalam proses sosialisasi, yaitu membantu perkembangan individu menjadi makhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi dengan masyarakat. Sekolah juga berfungsi memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan kebudayaan tadi (transmisi kultural) kepada generasi muda.
-          Tranmisi dari Rumah ke Masyarakat.
Ketika berada di keluarga, kehidupan anak serba menggantungkan diri kepada orang tua, maka memasuki sekolah ia mendapat kesempatan untuk melatih diri sendiri dan bertanggung jawab sebagai persiapan sebelum ke masyarakat.
c.       Lembaga pendidikan masyarakat (non formal)
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat, telah dimulai ketika anak-anak untuk sementara waktu telah lepas dari asuhan keluarga dan berada dalam lingkungan sekolah. Pada hakekatnya pendidikan jalur sekolah terbagi dua, yakni pendidikan informal keluarga, pendidikan nonformal (masyarakat) pendidikan ini biasa disebut Lembaga Swadaya Masyarakt (LSM).
Pendekatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berkembang diberbagai negara, suatu wahana yang dipersiapkan untuk memperantarai anak marginal  dengan pihak yang akan membantu mereka.Tekanan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang lebih penting adalah mempertahankan kemampuan anak dimana penggunaannya berdasarkan aspirasi dan potensi yang dimiliki oleh anak.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan proses informasi yang memberikan suasana rasionalisasi anak marginal terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
LSM yang menangani pembinaan anak marginal adalah tersosialisasinya ide atau gagasan tentang perlunya minimalisasi atau antisipasi  tindak kekerasan pada anak-anak dalam rumah tangga (keluarga) untuk sebuah proyeksitas terwujudnya generasi yang humanis dan anti kekerasan, tentang sosialisasi gagasan hak-hak anak akhirnya aturan hukum secara formal akan menjadi instrument untuk memajukan hal-hal di atas dalam dunia empiris.